Kreativitas Hanifa lagi meningkat dalam pekan-pekan ini. Hampir tiap hari dia menempelkan karya baru di dinding, gambar atau mosaik potongan kertas origami. Kalau Hanifa menggambar, berarti dia juga mengarang cerita, karena sambil menggambar atau sesudahnya dia menceritakan apa yang digambarnya.
"Ini gambar hanifa sedang pergi ke sekolah, pakai sepatu merah dan kerudung warna-warni," katanya sambil mencoretkan krayon. "Harinya cerah, ini mataharinya, tapi ada awan dan berangin." "Rasyad sedang di rumah sama ibu," katanya sambil menggambar rumah dalam proporsi yang lebih kecil dibanding dia. Semua yang lain memang selalu digambarkan dengan proporsi yang lebih kecil daripada dia sebagai pusat cerita.
Gambar yang dibuat Hanifa biasanya terdiri atas orang, rumah, matahari, angin (ya, dia juga menggambar angin yang tidak kelihatan di mata dengan coretan krayon yang sama tajamnya dengan benda-benda yang terlihat), rumput, burung-burung dan air. Gambar orangnya masih berupa lingkaran kepala yang bertangan dan berkaki, tanpa badan. Tampaknya kemiripan dengan objek yang digambar sama sekali bukan sesuatu yang penting buat dia. Menggambar bagi dia saat ini sepertinya hanyalah untuk mengeksplorasi kemampuannya menarik garis. Dia juga menggambar dengan cat air, menggunakan jari atau cottonbuds untuk mengulaskan warna. Dia juga menggambar di komputer. Apa pun hasilnya, dia tak pernah kecewa dan malu. Tidak pernah menyebut gambarnya jelek. Semuanya layak dipamerkan dan dipajang di dinding. Dia pun menerima apresiasi kita dengan senang.
Mencipta tampaknya tidak pernah menjadi kesulitan besar buat anak-anak. Mereka murni kreatif. Tidak mengarahkan ciptaannya menurut konsep tertentu yang sudah ada dalam kepalanya. Membiarkan semua yang ada di dalam dirinya hadir saat ini, tanpa takut-takut. Ke mana perginya energi kreatif yang hebat itu ketika mereka beranjak dewasa?
Saya curiga ini ada kaitannya dengan harapan akan pujian dan hukuman, kebiasaan yang sudah ditanamkan semasa bersekolah. Pujian hanya diberikan kepada karya-karya yang bagus, sedangkan karya yang dinilai jelek akan mendapat tanggapan yang menciutkan hati dan mematahkan semangat untuk mencoba lagi.
Anak-anak yang masih belum mengalami masa "penciutan kreativitas" itu berani berkreasi dengan bebas, menunjukkan hasilnya tanpa ragu, dan menunggu tanggapan positif untuk setiap hasil karyanya. Pujian apa pun yang kita berikan akan membuat dia senang. Dia tidak akan menolaknya dengan mengatakan karyanya tidak sebagus bikinan si itu atau si ini. Dia tidak membandingkan. Cara dia menerima pujian pun tampak sangat percaya diri, tidak malu-malu dan tidak merasa tidak pantas untuk dipuji. Saya ingin menjaga kreativitas kanak-kanak Hanifa agar terus terbawa hingga dewasa.
No comments:
Post a Comment