Seumur hidupnya sampai saat ini Hanifa belum pernah merasakan tinggal dalam keluarga besar yang bukan hanya terdiri dari ayah, ibu dan adiknya. Sejak lahir hidup sehari-harinya hanya dipenuhi oleh kehadiran anggota keluarga inti. Liburan dua minggu ke Indonesia ketika dia berusia dua tahun tidak sempat membekaskan sebuah pengalaman hidup yang lengkap dalam suasana keluarga besar.

Maka kedatangan Uci dan Om Andy dari Padang minggu ini menjadi sebuah pengalaman baru buat dia. Pengalaman baru yang cukup membuat stress. Saya bisa mengerti itu. Ketika kecil saya juga sering heran kenapa orangtua saya bisa bicara dengan akrab dan begitu ramah dengan orang yang tidak pernah saya kenal, orang-orang yang kemudian tinggal lama bersama di rumah, bercanda, bicara panjang lebar tentang soal-soal yang tidak terbayangkan.

Orang-orang itu rupanya entah dengan pertalian yang bagaimana adalah saudara dari ibu atau ayah, entah kakak dan adik kandung, kakak atau adik nenek, saudara senenek, anak paman dari pihak kakek ibu, dan segala macam belitan hubungan yang sulit saya mengerti waktu itu. Asing rasanya, tapi harus diterima. Barangkali itulah yang dirasakan Hanifa saat ini ketika melihat saya dan ayahnya dengan begitu gampang bisa bicara akrab dan panjang, ramah, bercanda dan tertawa bersama Umak dan Andy.

Maka tidak heran jika dia ingin tetap bisa memegang "dunia lama yang dikenalnya" di tengah kebaruan yang asing ini. Dia menuntut perhatian dan waktu yang lebih besar untuk dia. Kehadiran Uci dan Om Andy serta merta membuat dia terputus dari ritme kehidupannya yang normal. Pagi tidak diawali dengan cara yang biasa, sarapan kini bukan hanya bertiga saja, cara serta apa yang dimakan  pada saat sarapan juga berbeda. Siang juga tidak dilalui seperti biasa, kegiatan yang sering dia lakukan sepanjang siang ikut terpengaruh oleh kehadiran tamu-tamu. Dan malam berakhir dengan cara yang berbeda.

Stressnya kelihatan jelas pada dua hari pertama. Dia hanya mau makan masakan yang saya masak, bukan yang dibikinkan Uci.  Saya tidak boleh jauh-jauh dari dia, kalau saya sedang bicara dengan Umak, dia ajak saya pergi menjauh ke ruang-ruang yang lain sambil memegang kuat-kuat tangan saya. Dia butuh untuk ditemani lebih banyak. Apalagi dia kelihatan agak takut dengan Om Andy yang agak agresif mendekati dia, ingin mengajak dia bermain. Tiap kali Om Andy datang mendekat, Hanifa jadi cemas, melirik-lirik dari jauh sambil menyembunyikan muka di balik punggung saya.

Tapi pada hari ketiga dia kelihatan mulai rileks. Dia mau bermain bersama Uci. Menggambar bersama, main lempar bola, mau diikatkan rambutnya oleh Uci dan mendengarkan cerita nabi-nabi menjelang tidur. Kedatangan Uci dan Om Andy ini bisa menjadi pendahuluan buat dia sebelum memasuki tahap perubahan ritme hidup dengan stress yang tentu lebih besar lagi ketika kami harus kembali ke Indonesia Oktober nanti.

Kalau disediakan lingkungan yang mendukung, maka setiap anak usia tiga tahunan adalah seorang pembelajar natural. Saya memperhatikan kecenderungan itu pada Hanifa. Ada tiga buku prasekolah yang tersedia buat dia di rumah. Pre-K Jumpstart, Kidergarten Jumpstart dan Pre-K Schoolzone. Ketiga buku ini berisikan latihan-latihan untuk membangun keterampilan belajar anak, meliputi antara lain pengenalan huruf, angka, logika sederhana (seperti menyortir berdasarkan ukuran, mengurutkan kejadian), pengetahuan alam dasar (mengenal perubahan musim, makhluk hidup dan benda mati, binatang dan tumbuhan), pengetahuan sosial (keamanan berlalu lintas, jual beli), mengenal emosi (membaca ekspresi wajah).

Hanifa suka sekali membuka ulang buku-buku ini. Buat dia pelajaran yang ada dalam buku itu tak kalah menarik dari bermain, atau bahkan memang merupakan permainan sendiri. Entah sudah berapa kali dia menamatkan ketiga buku itu dan masih belum bosan juga. Dia menyukai buku itu tanpa dipaksa. Saya pun tidak menetapkan jadwal khusus untuk program belajarnya di rumah. Keinginan untuk belajar, keinginan untuk tahu, seperti tumbuh secara alamiah saja pada dirinya. Barangkali kebutuhan itu muncul dengan sendirinya pada usia ini. Saya jadi ingin merekomendasikan buku-buku itu untuk setiap orang tua yang ingin mempersiapkan kemampuan belajar anak balitanya di rumah.