Hanifa mendapatkan buku hariannya yang pertama. Dua hari yang lalu saya membelikannya sebuah buku catatan kecil dengan sampul bergambar cake strawberry. Dia sendiri yang memilih buku itu di antara jejeran di rak toko itu. Saya mengatakan, di buku ini Hanifa mencatat apa saja yang Hanifa kerjakan hari ini, bagaimana rasanya dan apa yang paling Hanifa suka. Saya yang akan menuliskan apa yang ingin dia catat di buku itu.

Pada hari pertama, dia masih belum yakin dengan apa yang akan direkam dari pengalamannya di hari itu. Saya membantu dia mengingat apa yang sudah dia alami dan dia memilih satu yang paling berkesan. Dia menceritakan pengalaman itu, dan saya mencatatkannya. Catatan hari pertamanya berbunyi begini:
hari ini hanifa dibelikan kalung sama ibu di nagasakiya. ifa dan ibu pergi belanja, rasyad juga ikut. besok-besok kalau harinya panas, kita pergi lagi ya.

Hari ini dia sudah lebih yakin dengan apa yang perlu dicatatnya. Menjelang tidur tadi, dia minta saya untuk mencatatkan pengalamannya hari ini ke dokter karena sakit pilek. Dia kelihatan senang punya buku catatan harian sendiri. Buku itu dia simpan dekat kumpulan barang-barang berharganya, pensil, gunting, lem dan penghapus.

Ini buku tulis kedua yang pernah saya belikan buat dia. Buku tulis yang pertama--berwarna kuning dengan pinggiran spiral dan gambar sampul karakter anime--dia gunakan untuk menulis sendiri. Tentu saja bukan tulisan yang dapat dibaca, tapi coretan-coretan kecil mengikut garis buku yang dia buat dalam gaya seperti sedang menulis. Perkenalan lewat buku pertama itu membuat dia tidak asing lagi dengan ide tentang buku catatan harian.
Badai amuk Hanifa mulai mereda. jumat yang lalu hanya sepuluh menit, kemarin hanya beberapa menit menjelang tidurnya, ketika dia sudah capek dan ngantuk--saat-saat yang biasanya dia butuh perhatian lebih. Setelah dua minggu Rasyad di rumah, akhirnya dia mau mengerti perubahan yang dituntut oleh kehadiran adiknya.

butuh usaha lebih untuk membuatnya tetap merasa dipentingkan saat ini. tidak cukup lagi dengan mengatakan berulang-ulang bahwa kita menyayanginya. dia butuh aksi, kita perlu melakukan sesuatu. ayahnya mengambil langkah heroik dengan membawakan hadiah untuk dia setiap hari sepulang dari lab. kue kecil, permen, mainan, barang-barang kecil dan sederhana yang bernilai besar di matanya. dia menyambut kedatangan ayahnya dengan gembira sambil bertanya, ada hadiah apa untuk hanifa hari ini?

kenakalan apa pun yang dilakukannya saat cemburu meledak itu sesungguhnya adalah usahanya untuk menarik perhatian. dia bukannya berubah menjadi seorang anak nakal atau pemarah. dilihat dari sudut pandang dia, situasi sekarang ini tentulah agak menyakitkan. kehadiran seorang bayi kecil di tengah keluarga ini bukanlah kehendak dia. dia tidak bisa membayangkan kenyataannya kalaupun sudah diberi tahu sejk jauh hari dan kelihatan senang dengan prospek itu. ketika bayi itu telah benar-benar hadir dan dia melihat betapa saya lantas jadi banyak menghabiskan waktu bersama bayi kecil itu, tentu dia merasa seperti dirampas, dikesampingkan, ditinggalkan. dia merasa tersisih dan berusaha mendapatkan kembali apa yang pernah dipunyainya. membuat keributan, menuntut ini itu dan mengamuk ketika sudah capek tentu sebenarnya merupakan upaya dia untuk memenangkan kembali perhatian penuh orangtuanya.

sudah tiga minggu sejak hadiah pertama untuk hanifa. sekarang penekanannya sedikit digeser, hadiah diberikan setelah hanifa selesai membaca satu halaman iqra. dia tidur sambil memegang hadiah itu. sampai terbangun masih tergenggam erat di tangannya.
Hanifa sudah semakin lancar membaca hiragana, dan mulai mengenal katakana. Dia sering kelihatan asyik membaca buku sendiri. Buku cerita bergambar anak-anak Jepang sudah bisa dia baca habis sendiri dari awal sampai akhir. Dia tampak menikmati kegiatan membaca itu. Sehabis sarapan pagi, dia mulai membongkar kotak bukunya, mencari buku-buku yang bisa dia baca sendiri: kesukaannya adalah serial Miffy, serial Pao-chan, serial Maisy. Anak-anak pembaca yang rakus dan tak kunjung bosan untuk mengulang-ulang satu buku yang sedang dia senangi. Ketika saya meminjamkan serial Pao-chan dan Maisy dari perpustakaan, dalam sehari dia bisa mengulang baca buku itu berkali-kali. Selain membacanya sendiri, dia juga minta dibacakan lagi buku yang sama setiap menjelang tidur.

Pagi ini saya terbebaskan beberapa jam untuk bekerja sendiri karena dia asyik membaca. Di samping kursinya sudah menumpuk buku-buku yang habis dia bacakan untuk adiknya yang sedang tidur. Untuk buku-buku berbahasa Inggris atau Indonesia, karena masih belum bisa membacanya, dia menceritakan isi buku itu menggunakan kata-katanya sendiri dengan melihat gambar.
Badai kemarahan Hanifa mulai menyurut. Dua hari yang lalu, episode ngamuk-ngamuknya hanya berlangsung sepuluh menit, ketika dia mulai mengantuk dan mendapatkan saya tidak bisa menggendong dia untuk mengantar tidurnya karena sedang menyusui Rasyad. Kemarin badai itu nyaris tidak terjadi sama sekali. Setelah dua minggu, akhirnya Hanifa mulai bisa menerima perbedaan suasana yang dituntut dengan kehadiran adiknya.