Malam ini Hanifa menyelesaikan buku Iqro' 1. Perjalanan yang panjang. Dimulai sejak enam bulan yang lalu ketika dia mulai diperkenalkan dengan huruf Hijaiyah.

Perkenalan pertamanya diperoleh lewat kelompok TPA anak-anak Muslim Indonesia di Tokyo Barat. Kelompok kecil itu terdiri dari empat-lima anak berusia di bawah tiga tahun, diajar oleh ibu-ibu mereka sendiri secara bergantian. Mereka diajak menyanyikan deretan huruf di poster Hijaiyah dengan intonasi mirip lagu Twinkle twinkle Little Star. Riuh rendah tangisan anak-anak dan teriakan mereka rebutan mainan selalu mengiringi pelajaran itu. Setelah menyanyi, anak-anak mewarnai gambar huruf hijaiyah yang dikopi dari sebuah buku terbitan DAR Mizan. Kelas ini tidak efektif. Pertemuan direncanakan sekali sebulan, tapi hanya berjalan tiga-empat kali, kemudian absen berbulan-bulan sampai sekarang.

Di rumah, pelajarannya dilanjutkan dengan menggunakan flashcard hijaiyah yang dibuat sendiri. Kemudian sebuah software yang bisa didownload gratis dari Internet sangat membantu mempercepat proses pengenalan awal ini. Software bernama Al-Falah itu menyuarakan cara membaca setiap huruf dan dilengkapi animasi sederhana contoh kata yang menggunakan huruf-huruf itu. Hanifa senang sekali mengulang-ulang memainkan program itu di komputer. Menarik, memang. Terutama pada bagian animasi itu. Contoh kata yang ditampilkan semuanya adalah nama-nama binatang. Ketika dikenai kursor, gambar itu bergerak atau bersuara. Cara baca huruf hijaiyah jadi cepat melekat dalam ingatan Hanifa berkat software itu.

Ketika mulai menggunakan buku Iqro', terjadilah berbagai variasi. Suatu kali, selama beberapa minggu, pernah dia menginginkan boneka-bonekanya ikut belajar bersama. Sekitar dua puluh boneka kecil dan besar dijejer di sekeliling dia setiap kali akan mulai belajar. Proses menyusun itu sendiri bisa memakan waktu seperempat jam. Saya sampai bosan menunggunya. Huruf-huruf dalam buku itu kemudian ditunjuk oleh salah satu boneka, dan Hanifa--yang berperan sebagai sensei bagi boneka-murid itu--membacakannya.

Pernah juga dia jenuh membaca huruf satu per satu, barangkali karena dia melihat huruf di Al-Quran yang kami baca tidak seperti itu. Dia tidak mau melanjutkan belajar di halaman yang semestinya, tapi meminta Al-Quran besar atau memilih halaman terakhir di buku Iqro' yang berisikan teks panjang-panjang. Saya jadi teringat pengalaman sendiri waktu kecil. Rasanya memang ingin cepat-cepat melewatkan tahap mengeja, ingin segera bisa membaca Al-Quran seperti menyanyi sebagaimana yang dilakukan orang dewasa di sekitar saya.

Selama masa ini jadwal belajar ngajinya agak dikendurkan. Tidak mesti setiap malam, dan tidak mesti di halaman yang berurutan dari hari ke hari. Kebosanan ini berpuncak dengan penolakan. Selama beberapa minggu dia tidak mau sama sekali untuk membuka buku Iqro'. Melihatnya pun seperti anti. Di sini terjadi masa jeda yang cukup lama. Untungnya ada software Al-Falah. Dia tetap suka memainkan software itu, menjaga ingatannya tentang cara baca huruf hijaiyah sambil bermain.

Dua bulan belakangan kemauan belajarnya jauh lebih stabil. Sejak di dinding kamar terpampang poster hijaiyah yang baru dibawakan ayahnya ketika pulang ke Indonesia September lalu. Dia mau belajar setiap malam, bahkan memintanya sendiri, dan menyelesaikan satu-dua halaman setiap kalinya. Tidak ada lagi tuntutan untuk ditemani jejeran boneka, atau melompat ke bagian akhir.

Dia menemukan caranya sendiri untuk membantu mengingat cara baca huruf. Ketika tiba di huruf Sa, misalnya, "Nama Mas Said pakai huruf ini, ya," katanya. Ha, untuk Hanif, Hanifa. Sya, seperti untuk Hasya. Sha, untuk Shadiq, ayahnya Hanif. Dan seterusnya. Dia mengaitkan bunyi itu dengan kata-kata dan nama-nama orang yang dia ketahui.

Ketika tiba di halaman terakhir Iqro' 1, dia berkata, "Nanti, Tomi diajar Iqro' sama Onechan, ya."

No comments: