Halal dan haram. Saya menduga konsep ini akan sulit diperkenalkan kepada anak. Tidak sepenting memperkenalkan shalat, berdoa, berbuat baik pada orangtua dan tetangga. Paling tidak, termasuk salah satu konsep beragama yang baru perlu diketahuinya belakangan, ketika sudah agak besar dan sudah bisa memilih makanan sendiri. Mungkin pada usia sekolah. Dugaan saya meleset. Ternyata mudah sekali membuat anak seusia Hanifa mengerti konsep itu.
Awalnya dari obrolan sederhana tentang babi. Babi, sebagai binatang yang sering muncul dalam buku cerita dan lagu-lagu anak Jepang, termasuk binatang yang disukai Hanifa. Pertama-tama saya merasa agak jengah dengan jawaban yang diberikannya ketika suatu hari saya bertanya, binatang apa yang dia suka. Saya berusaha mengelakkannya, merayu dia untuk mengubah pilihannya, tapi dia tetap bertahan. Akhirnya saya harus mengalahkan rasa tidak suka saya, mengambil sudut pandang yang lebih luas, bahwa dalam tingkat permainan seperti itu babi adalah binatang yang setara saja dengan binatang lain. Barangkali dalam selera seseorang yang masih polos bisa saja binatang yang dianggap najis oleh syariat Islam itu tampak manis dan memikat. Saya menerima pilihan Hanifa tapi dengan tambahan bahwa orang Islam tidak boleh memakan babi.
Tambahan singkat ini rupanya menarik perhatian dia. Dia bertanya kenapa babi tidak boleh dimakan oleh orang Islam. Saya menjawab, karena dilarang sama Tuhan. Terus pertanyaannya berlanjut, daging yang kita makan itu daging apa. "Sapi, ayam dan kambing," kata saya "tapi kita tidak bisa beli daging yang dijual di toko biasa. Karena tidak didoakan waktu dipotong. Kita beli daging dari toko makanan halal."
Sejak itu dia punya kosakata baru: daging halal. Kata dan cerita tentang daging halal tiba-tiba menyelinap dalam celotehannya ketika bermain boneka. Dia menceritakan kepada boneka Pooh dan Bigbird tentang daging yang baru diantar sama takyubin, dibeli di toko makanan halal Baharu. "Ibu nggak bisa beli daging yang di Nagasakiya, karena daging di sana nggak didoain," katanya. Saya terperangah mendengar celotehannya itu, sekaligus lega karena konsep itu kini sudah ada dalam pikiran mudanya.
No comments:
Post a Comment