Hanifa lagi senang bermain peran belakangan ini. Dia bisa berganti peran setiap saat. Menjadi ibu, menjadi bayi, menjadi kakak, menjadi salah satu tokoh dalam buku ceritanya. Dia memainkannya dengan sungguh-sungguh. Gaya bicara, isi pembicaraan dan tingkah lakunya berubah sesuai dengan perannya. Ayahnya dan saya tentu saja juga kebagian peran. Dia yang menetapkan peran itu, dia jadi sutradara untuk panggung yang diciptakannya.
Sore ini kami bermain peran dari cerita fabel Aesop, Kisah Semut dan Belalang. Dalam cerita itu si belalang yang santai menegur semut-semut yang rajin bekerja di bawah panas terik. Dia bertanya mengapa mereka tidak bersantai dulu. Semut menjawab, mereka bekerja mengumpulkan makanan untuk persiapan musim dingin. Belalang menertawakan semut, karena merasa musim dingin masih lama, dan dia terus bersantai di bawah daun-daun.
Saya menjadi belalang, Hanifa sang sutradara menjadi semut. Bagian awal dilewati dengan benar, sesuai jalan cerita. Semut mengumpulkan makanan berupa potongan kertas warna-warni. Belalang bernyanyi-nyanyi dan menertawakan semut yang terlalu keras bekerja. Tiba musim dingin, belalang tidak punya makanan. Di mana-mana hanya ada salju putih menutupi rumput dan daun-daun pohon. Belalang, sesuai cerita aslinya, datang mengetuk pintu rumah semut mengemis minta makanan. Di sini sutradara saya membelokkan jalan cerita. Bukannya menolak memberi makanan--untuk memberi pelajaran pada si belalang--semut yang ini justru menghadiahinya setumpuk makanan lezat dengan gembira.
No comments:
Post a Comment