Setiap sore selama bulan Ramadhan ini, Hanifa mendesak untuk ikut memasak bersama saya. Rupanya dia merasa perlu naik tingkat dari sekadar main masak-masakan di dapur-plastiknya. Jadi, saya mesti menciptakan tugas-tugas kecil untuk dia. Mengambilkan sayur dan bawang, mengembalikan barang ke dalam kulkas, membuangkan sampah, memungut barang yang terjatuh.
Tapi dia tidak merasa cukup dengan tugas-tugas kurir itu, dia ingin membantu mengocok telur, memotong wortel, menambahkan garam, menggiling bawang, atau menumis. Berbahaya. Saya memberinya sedikit kesempatan merasakan pekerjaan-pekerjaan seperti itu dengan membiarkannya ikut memegang alat yang saya gunakan bersama-sama.
Sepanjang pekerjaan itu dia tidak henti bertanya dan berkomentar. Ketika saya minta tolong dia membuang tongkol bunga kol, dia bertanya apa ini. Tempat tumbuhnya ya, kata dia memberi jawaban sendiri. Melihat bulu-bulu halus di bawah potongan jamur, dia pun ingin tahu itu apa. Ikut memasak memang jadi kesempatan juga buat dia untuk belajar. Dia memperhatikan bahan-bahan masakan. Dia memperhatikan kesamaan antara bentuk jamur dengan bentuk brokoli, dan bentuk brokoli dengan bunga kol.
Yang paling sering dia tanyakan adalah apa yang dikatakan bahan-bahan masakan itu satu sama lain. Si wortel bilang apa sama si udang. Si jamur bilang apa sama si baso. Wortel bilang nanti aku masuk duluan, jamur bilang teman-teman di sini makin sepi ya. Saya harus bisa menciptakan percakapan antara sayur-sayuran itu hingga selesai memasak. Setelah itu dia akan langsung minta makan dan memuji tanpa henti, masakan ibu enak ya. Terima kasih, sayang.
Foto Hanifa membantu memasak
No comments:
Post a Comment