Hanifa sudah tidak sabar menunggu adiknya hadir. Sejak pertama kali dia diberi tahu ada calon adiknya yang sedang bertumbuh dalam perut saya, dia begitu gembira dan mulai menyebut-nyebut dirinya "kakak" atau, padanan bahasa Jepangnya, "onechan." Dia beri nama adiknya Tomi.
Dia suka menempelkan telinganya di perut saya dan berbicara dengan suara keras, "Halo, Tomi sedang ngapain." Kadang-kadang dia seperti berusaha mengintip lewat pusar, dia menyangka janin bisa dilihat dari situ. Saya mengajak dia mengunjungi situs-situs yang memperlihatkan perkembangan bayi dalam perut. Dia suka bertanya, sekarang Tomi sudah seperti apa. Saya menunjukkan gambar yang sesuai dengan usia kehamilan. Nama "Tomi" pun lantas muncul dalam permainannya, seolah-olah dia benar-benar sudah hadir di antara kami.
Pertama-tama dia sering minta saya untuk menceritakan macam-macam adegan yang melibatkan Tomi. Hanifa yang menyediakan situasi awalnya, saya yang menjadikannya sebuah cerita yang tentunya harus melibatkan Hanifa sebagai seorang pahlawan. Situasi yang paling disukainya adalah "ibu dan ayah sedang pergi ke Itoyokado beli es krim, Tomi dan Kak Hanifa berdua saja di rumah." Alur cerita itu biasanya berkembang menjadi situasi sulit yang dihadapi oleh Kak Hanifa karena Tomi, sebagai adik bayi kecil, punya tuntutan macam-macam. Dia tiba-tiba menangis karena haus, lapar, ingin bermain, mengantuk, popoknya basah. Kak Hanifa lantas jadi penolong utamanya. Kak Hanifa selalu bisa menenangkan kembali Adik Tominya. Bahkan ketika dalam cerita itu disebut ibu sedang ada di rumah, waktu Adik Tomi menangis dia hanya bisa tenang setelah digendong atau diajak bermain dengan Kak Hanifa.
Suatu kali pernah Hanifa asyik membongkar laci tempat menyimpan kaos kaki. Dia mengeluarkan kaos kaki dan sarung tangannya yang lama, kemudian menjejernya di atas laci itu. Setelah itu dia berkata, "Ini sudah kekecilan, nanti untuk Tomi saja." Dia juga menyiapkan sepatu pertama yang dipunyainya untuk Tomi.
Sekarang yang paling dia suka adalah meminta komentar si Tomi untuk setiap kejadian. Kalau Kak Hanifa sedang makan banyak, "Tomi bilang apa?" Kalau Kak Hanifa sedang main balok, "apa kata Tomi?" Kalau Kak Hanifa lagi mandi, "Tomi bilang apa?" Kalau Kak Hanifa sudah bisa makan sendiri, "Tomi juga bisa?" Kak Hanifa melakukan akrobat berguling-guling, atau menekuk kaki dan tangannya begitu rupa, "Tomi sudah bisa gini?" atau "Waktu Onechan gitu, Tomi bilang apa?" Dia ingin tahu semua kemungkinan yang akan dikatakan dan dilakukan Tomi dalam berbagai situasi.
Membosankan, memang, menjawab pertanyaan itu. Hampir tiap lima menit sekali dia menanyakannya. Untuk setiap kejadian, untuk setiap apa yang dia lakukan. Tapi ada baiknya juga, kami jadi bisa memanfaatkannya untuk menyelipkan pesan bahwa dia perlu memberi contoh yang baik untuk adiknya nanti. (Mendengar ini dia bertanya "Contoh itu apa," katanya. Rupanya itu sebuah kata baru lagi buat dia.)
Dia masih harus menunggu tiga bulan lagi sebelum kelahiran adiknya. Semoga dia tidak bosan menantinya dengan seluruh antisipasi yang begitu bersemangat. Dia rupanya tidak memerlukan persiapan yang sulit untuk menjadi seorang kakak. Kesulitannya hanya satu: dia hanya mau adik laki-laki, sama sekali tidak mau adik perempuan!
No comments:
Post a Comment