Kadang-kadang Hanifa seperti sebuah mesin kata-kata. Dia berjalan ke sana ke mari sambil berbisik-bisik, mengulangi lirik sebuah lagu, penggalan percakapan yang dia dengar, istilah baru yang melintas di kepalanya. "Ingat-ingat pesan Mama," katanya tiba-tiba suatu kali, tidak ada hubungannya dengan apa yang sedang dia lakukan atau apa yang sedang kami bicarakan. Rupanya dia mendengar kalimat itu diucapkan Andy dua hari sebelumnya ketika sedang menulis email pesan Umak ke Teta di Padang dengan subjek seperti itu. "Dua anaknya meninggal," katanya dalam sebuah cerita bonekanya, itu penggalan yang dia tangkap dari cerita Uci tentang seorang saudara sepupu saya di Rimo kemarin.

Dia sering mencoba menggunakan kata berulang-ulang dalam kalimatnya, terutama sebuah kata baru yang dia tangkap dari percakapan orang dewasa di sekitarnya. Beberapa hari yang lalu kata baru tersebut adalah "belakangan." Dia mencoba membuat kalimat dengan menggunakan kata itu, tapi dia memasangkannya dengan kata "depanan." Jadi suatu kali dia bilang: "Bu, kita mancing yuk," katanya sambil memegang sebatang sumpit. Kami lagi duduk di kasur lipat. "Ibu belakangan, Ifa depanan," dia lantas duduk di depan saya. Saya tidak langsung mengoreksinya. Hanya menyimpan geli saya sendiri. Setelah beberapa hari dengan pengertian yang salah itu akhirnya dia menangkap sendiri kekeliruannya. Sekarang dia sudah memasangkan kata "belakangan" dengan "duluan."

Hari ini saya mendapat proyek pembuatan rumah boneka dari kardus. Hanifa membuat bonekanya dari sisa kardus. Dia sudah tidak sabar. Dia mainkan boneka itu dengan ruangan rumah boneka yang masih belum berpintu. Kata-kata meluncur terus dari mulutnya sepanjang permainannya. Proyek itu rupanya membuat khayalnya bersayap. Rupanya, yang dibutuhkan anak-anak ketika bermain bukan hanya benda-benda. Tapi juga kata-kata.




No comments: