Badai amuk Hanifa mulai mereda. jumat yang lalu hanya sepuluh menit, kemarin hanya beberapa menit menjelang tidurnya, ketika dia sudah capek dan ngantuk--saat-saat yang biasanya dia butuh perhatian lebih. Setelah dua minggu Rasyad di rumah, akhirnya dia mau mengerti perubahan yang dituntut oleh kehadiran adiknya.

butuh usaha lebih untuk membuatnya tetap merasa dipentingkan saat ini. tidak cukup lagi dengan mengatakan berulang-ulang bahwa kita menyayanginya. dia butuh aksi, kita perlu melakukan sesuatu. ayahnya mengambil langkah heroik dengan membawakan hadiah untuk dia setiap hari sepulang dari lab. kue kecil, permen, mainan, barang-barang kecil dan sederhana yang bernilai besar di matanya. dia menyambut kedatangan ayahnya dengan gembira sambil bertanya, ada hadiah apa untuk hanifa hari ini?

kenakalan apa pun yang dilakukannya saat cemburu meledak itu sesungguhnya adalah usahanya untuk menarik perhatian. dia bukannya berubah menjadi seorang anak nakal atau pemarah. dilihat dari sudut pandang dia, situasi sekarang ini tentulah agak menyakitkan. kehadiran seorang bayi kecil di tengah keluarga ini bukanlah kehendak dia. dia tidak bisa membayangkan kenyataannya kalaupun sudah diberi tahu sejk jauh hari dan kelihatan senang dengan prospek itu. ketika bayi itu telah benar-benar hadir dan dia melihat betapa saya lantas jadi banyak menghabiskan waktu bersama bayi kecil itu, tentu dia merasa seperti dirampas, dikesampingkan, ditinggalkan. dia merasa tersisih dan berusaha mendapatkan kembali apa yang pernah dipunyainya. membuat keributan, menuntut ini itu dan mengamuk ketika sudah capek tentu sebenarnya merupakan upaya dia untuk memenangkan kembali perhatian penuh orangtuanya.

sudah tiga minggu sejak hadiah pertama untuk hanifa. sekarang penekanannya sedikit digeser, hadiah diberikan setelah hanifa selesai membaca satu halaman iqra. dia tidur sambil memegang hadiah itu. sampai terbangun masih tergenggam erat di tangannya.

No comments: