Semestinya saya tidak mesti kaget mendapatkan bahwa gaya bicara Hanifa sangat mirip dengan gaya bicara ayah dan ibunya. Sudah sering disebutkan dalam buku-buku tentang perkembangan anak, bahwa mereka akan tumbuh dengan menyerap contoh apa pun dari orangtuanya.
Tapi kenyataan memang selalu lebih menyentakkan dibanding ribuan keterangan di dalam buku. Saya tetap terheran-heran mendengar betapa Hanifa bicara dan menggunakan kata-kata dengan cara yang sangat mirip dengan ibu dan ayahnya, bahkan termasuk ucapan latah tanpa arti yang terlontar ketika dia sedang terkejut.
Bukan dalam soal berbicara saja. Anak tampaknya punya dorongan batin yang sangat besar untuk menjadi seperti orangtuanya, semirip mungkin. Dia ingin mirip secara fisik. Ketika menemukan bahwa di tangannya kelihatan tumbuh bulu-bulu halus, dia berseru, "Lihat, tangan Ifa udah seperti tangan ayah , ya!" atau mendapatkan tahi lalat yang tumbuh di tempat yang sama seperti tahi lalat ibunya, pun dia merasa senang luar biasa seperti mendapat hadiah besar.
Dia juga ingin mirip dalam perbuatan. Ketika sedang makan bersama, dia meniru setiap tingkah saya. Saya minum, dia juga minum. Saya mengambil tambahan, dia pun ikut. Makan pakai tangan, juga inginnya sama-sama. Dia ingin membawa tas dengan cara yang sama seperti saya, menyimpan buku tulis dan pensilnya di tempat saya meletakkan buku dan pensil saya. Memakai kerudung seperti saya, menyisir rambut sehabis mandi dengan cara yang sama seperti saya.
Dia ingin juga mirip dalam cara bersikap. Saya melihat bagaimana dia mempraktikkan pada bonekanya cara saya bersikap kepadanya ketika dia sedang sakit. Ketika boneka Pooh, misalnya, pura-puranya sedang diperiksa oleh dokter, saya mendengar dia menggunakan kata-kata dan intonasi yang sangat mirip dengan yang saya gunakan untuk dia ketika dia sakit.
Sikap dia jadi cermin diri saya, cermin kualitas interaksi saya dengan dia. Sering kali saya merasa seperti sedang mentransfer diri saya hampir sepenuhnya pada dia, seperti sedang membuat duplikat diri saya.
Tentunya orangtua ingin melihat anaknya menjadi orang yang baik, mendapat contoh yang baik. Begitulah, rupanya secara tidak langsung anak itu mendorong orangtuanya untuk menjadi orang yang lebih baik. Bagaimana jadinya kalau orangtua merasa dirinya bukan sosok yang pantas diduplikasi?
No comments:
Post a Comment