Untuk menyibukkan dan menarik perhatian Hanifa ke arah lain ketika dia minta digendong saat saya sedang memasak, saya minta tolong dia untuk membukakan bungkus bumbu sop bunjut. Saya kira dengan itu saya bisa mencuri waktu yang panjang untuk menyelesaikan pekerjaan karena bungkus itu sulit dibuka. Saya lihat dia berdiri di ruang tengah, mencoba menarik-narik plastiknya. Keras. Mungkin dia akan menyerah. Dugaan saya salah. Dia punya akal. Dia ambil gunting, dia potong bagian atas plastik pembungkusnya dan dalam sekejap dia datang kembali ke dapur menyerahkan hasil kerjanya. Ya, dia sudah mengenal gunting. Saya lupa itu. Saya tidak menduga dia akan menggunakan alat untuk tugas yang saya berikan. Saya meremehkan kemampuan nalar dia.
Pagi ini hanifa dibawa ke dokter. Sejak dua hari lalu badannya panas, hidung tersumbat dan batuk-batuk. Dia masih bersemangat main di siang hari, hampir seperti normal, tapi semalam dia sulit tidur, batuk-batuk dan ingus terus mengucur. Panas badannya di atas 38. Meski hari ini hujan, kami bawa dia ke dokter.
Melihat hanifa sakit, saya jadi mengerti kapan anak paling membutuhkan orangtuanya: waktu dia sedang bermasalah. sakit, kecewa, dan sedih. Dia butuh orangtuanya berada di dekat dia pada saat-saat seperti itu, kecuali kalau dia terang-terangan menolak.
Siang ini dia tertidur. Beberapa kali terjaga karena kondisi tubuhnya yang tidak enak membuat tidurnya tidak nyenyak. Tiap kali akan kembali tidur, dia memerlukan saya berada di sampingnya, untuk menemani dia sampai tertidur lagi. Saya biarkan dia tidur agak lama siang ini. Dokter menganjurkan dia tidak dibawa keluar sampai benar-benar sembuh. Dalam cuaca gerimis bulan Juni ini saya memang tidak bisa membawanya main keluar.
No comments:
Post a Comment