Hanifa minta bermain di ruang bola-bola Nagasakiya kemarin sore. Saya membawanya ke sana. Anak-anak ramai bermain, sabtu sore. Bahkan anak-anak besar kelas 2-3 sekolah dasar pun ada. Hanifa pelan-pelan membaur, tapi lebih banyak main sendiri, mengamati, tidak terlibat. Orang-orang datang dan pergi hingga akhirnya hanya satu anak perempuan bersama ayahnya. Anak itu lebih besar dari Hanifa. Ayahnya ikut bermain di dalam. Melempar-lempar bola, berjumpalitan. Sesekali permainan mereka membuat Hanifa tertawa. Tapi Hanifa seperti bertekad untuk sulit diajak hanyut dalam kegembiraan, dia seperti menyesal kalau tidak bisa menahan tawanya, dia jadi malu, langsung terduduk meringkuk menghadap dinding di tempat dia berdiri, mukanya merah. Senyumnya ragu-ragu dan takut-takut.

No comments: