Hanifa memang sedang belajar berdisiplin, tapi dia juga sedang belajar menegaskan keinginan dan memperlihatkan kekecewaan kalau permintaannya tidak dipenuhi. Wajahnya bisa berubah begitu sedih memelas. Menahan tangisan dengan ujung bibir tertarik ke bawah, muka merah, mata mulai basah. Suaranya berat dan intonasi kalimatnya terdengar ragu, seperti ingin menguji, atau mengantisipasi reaksi yang sudah diduganya akan menolak permintaan dia. Dia tahu permintaan apa yang tidak akan saya luluskan. Dia bertanya hanya untuk memastikan itu. Dulu dia bisa menerima penolakan tanpa sedih. Sekarang faktor keinginan pribadinya mulai muncul, dia mulai kecewa kalau ditolak.

Kadang-kadang permintaannya sulit untuk dipenuhi. Minta coklat menjelang tidur, ganti baju dan celana beberapa kali dalam sehari, jalan-jalan keluar waktu hujan. Tapi, lucunya, kadang-kadang dia punya cara berkompensasi jika satu permintaannya ditolak. Dia mengkhayalkan jalan keluarnya. Misalnya, dia akan pura-pura membuat permen sendiri di tangannya atau pura-pura mengambilnya dari satu tempat, lantas memasukkannya ke dalam mulut, mengisapnya seperti permen yang sangat enak. Setelah itu dia bisa kembali tertawa.

No comments: