Hanifa tidak suka hari hujan, karena hujan sering jadi alasan saya untuk tidak membawanya keluar. "Sudah tidak hujan lagi ibu," katanya pagi ini. Seharian kemarin kami terkurung di rumah karena hujan. Dia hanya bisa bermain puzzle, bikin mosaik, main lempar bola, dan main komputer. Dia hanya berpura-pura main pasir dalam rumah dengan sekop pink barunya.

Hari ini saya bawa dia ke Kuriyama koen. Dia bermain di bak pasir dengan sekop baru itu. Ada beberapa anak lain yang biasa bermain di situ. Tapi begitu mendengar bahwa setelah dari sana kami akan pergi belanja, dia langsung tidak tertarik lagi main pasir di koen. "Kita belanja sekarang," katanya memaksa. Baru pukul sebelas. Kurang dari satu jam dia bermain di sana. Saya tanya kenapa dia suka diajak belanja. Dia tidak bisa memberi satu alasan pun, meski dipancing dengan pilihan jawaban, karena tempatnyakah, barang-barangnya, atau kereta dorongnya. Dia hanya senyum-senyum. Saya kira kalau saya yang ditanya begitu waktu seumur dia, saya juga tidak akan bisa menjelaskan.

Setelah dua hari berkenalan, Hanifa baru bisa menyusun sendiri sepenuhnya puzzle Micky yang enam puluh keping itu. Kategori usia empat tahun bisa dia kuasai di usia dua setengah tahun. Sekali lagi saya menduga, kebiasaanlah yang membuat dia bisa. Pengulangan yang membekas dalam benaknya. Bukan sebuah kelebihan yang mendasar, meskipun hanifa memperlihatkan kemampuan konsentrasi dan ketenangan yang lebih dibanding teman seusianya. She is an easy girl.

No comments: