Hanifa mendapat apa yang diinginkannya: adik laki-laki. Dia menyambut kehadirannya seperti sebuah hadiah yang ditujukan khusus untuk dirinya saja. Pada hari pertama adiknya berada di rumah, dia seperti ingin menghidupkan semua apa yang pernah dia khayalkan akan dilakukan untuk adiknya. Dia bacakan buku, dia beri mainan, dia letakkan boneka di sampingnya untuk menemani tidur adik bayi berumur seminggu yang masih malas membuka matanya itu. Dia ingin menggendongnya, tentu saja. Sudah sejak lama dia membayangkan akan menggendong adik bayi seperti layaknya menggendong boneka kewpie yang dia bawa ke mana-mana selama saya di rumah sakit. Dia tampak sangat senang mendapatkan adik.
Tapi beberapa jam kemudian, realitas mulai menampar. Tengah malam ketika dia sedang nyenyak, tidurnya terganggu oleh tangisan bayi. Pertama-tama dia hanya membuka sedikit matanya, mencoba kembali tidur. Tapi tangisan bayi yang sedang sakit perut di tengah malam itu tidak segera berhenti. Hanifa tiba-tiba berteriak keras, menampakkan kekesalannya, "Huuuh! Gendong!!" Reaksi yang mengejutkan. Terbangun dengan suara keras yang tidak kunjung berhenti barangkali tidak akan membuat kesal sedemikian, tapi setiap kali dia membuka sedikit matanya, pemandangan yang terlihat adalah saya sedang menggendong adiknya lagi.
Dia masih ingin perhatian yang tak terbagi. Bagaimana pun dia terlihat siap dan senang membayangkan adanya seorang adik, dia tetap perlu masa penyesuaian ketika berhadapan dengan kenyataan baru ini.
No comments:
Post a Comment